Sunday 1 May 2016

Tugas makalah MATA KULIAH Hukum Internasional




Tugas
MATA KULIAH
Hukum Internasional


Logo UHO 1.jpg

Oleh ;

NAMA : M. SALDY MUNAWIR. A
NIM      : H1A1 15 435

PRODI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2016


BAB I
PENDAHULUAN
I.                   LATAR BELAKANG
         Mengenai pertanggung jawaban negara dalam konteks hukum internasional secara dalam waktu kewaktu terus mengalami evolusi dan kemungkinan akan meningkat pada tahap di mana negara-negara dan individu-individu yang dikenai sebagai tanggug jawab atas pelanggaran-pelanggaran hukum internasional dan merupakan kejahatan internasional, yang berbeda dari tanggung jawab biasanya terhadap kewajiban yang mengakibatkan timbulnya ganti rugi atau pembayaran ganti rugi.
Pertanggungjawaban negara berkaitan erat dengan suatu kaidah di mana prinsip fundamental hukum internasional menyebutkan  bahwa negara atau suatu pihak yang dirugikan berhak mendapat ganti rugi atas kerugian yang dideritanya. Suatu doktrin serupa berlaku dalam kaitannya dengan unit-unit bagian lain dari negara-negara pada umumnya. baik federal maupun kesatuan. Laporan tahun 1974 Komisi Hukum Internasional menyebutkan:
Prinsip bahwa negara bertanggung jawab atas tindakan-tindakan dan kelalaian-kelalaian organ-organ dari kesatuan-kesatuan pemerintah teritorial, seperti kotapraja dan propinsi, dan daerah-daerah, telah lama diakui secara tegas di dalam keputusan-keputusan judisial internasional dan praktik-praktik negara.
         Latar belakang timbulnya tanggung jawab negara dalam hukum internasional yaitu bahwa tidak ada satu negara pun yang dapat menikmati hak-hak negara lain. Seperti yang dikemukakan oleh Shaw, yang menjadi karakteristik penting adanya tanggung jawab negara ini bergantung kepada faktor-faktor dasar:  
1).    Adanya suatu kewajiban hukum internasional yang berlaku antara kedua negara tertentu.
2).    Adanya suatu perbuatan atau kelalaian yang melanggar kewajiban hukum internasional tersebut yang melahirkan tanggung jawab negara.
3).    Adanya kerusakan atau kerugian sebagai akibat adanya tindakan yang melanggar hukum atau kelalaian.
Pemulihan atas pelanggaran-pelanggaran tersebut dapat berupa satisfaction atau pecuniary reparation. Satisfaction merupakan pemulihan atas perbuatan yang melanggar kehormatan negara. Satisfaction dilakukan melalui  perundingan diplomatik dan cukup diwujudkan dengan permohonan maaf secara resmi atau jaminan tidak akan terulangnya perbuatan itu. Sedangkan pecuniary reparation dilakukan bila pelanggaran itu menimbulkan kerugian material.
Pada prinsipnya setiap negara bebas untuk menentukan siapa saja yang termasuk warga negara dan orang asing. Persoalan kewarganegaraan merupakan persoalan dalam negeri suatu negara yang berkaitan dengan perlindungan warga negara, kepentingan ekonomi, sosial, dan perlindungan hak asasi yang bersumber kepada kepentingan nasional negara itu sendiri.

II.                RUMUSAN MASALAH
1.Kapan munculnya pertanggung jawaban itu terhadap negara ?
2.Siapa saja yang menjadi subjek bagi pertanggungjawaban internasional ?
3.Bagaimanakah Elemen-elemen tanggung jawab menurut Draft ILC 2001 ?
4.Bagaimana bentuk dari pertanggung jawaban negara ?
5.Bagaimana cara pembebasan diri dari tuntutan pertanggung jawaban ?








BAB II
PEMBAHASAN
a.     Munculnya pertanggung jawaban negara
      Prinsip kedaulatan negara dalam hubungan internasional sangatlah dominan. Tanggung jawab negara muncul sebagai akibat dari adanya prinsip persamaan dan kedaulatan negara yang terdapat dalam hukum internasionalprinsif ini kemudian memberikan kewenangan bagi suatu negara yang terlanggar haknya untuk menuntuk suatu hak yaitu berupa reparasi (memperbaiki). Negara berdaulat yang satu tidak tunduk pada negara yang berdaulat lain. Negara mempunyai kedaulatan penuh atas orang yang ada di toritorialnya. Meskipun demikian tidaklah berarti bahwa negara itu dapat mengunakan kedaulatan dengan seenaknya saja. Didalam hukum internasional telah mengatur bahwa didalam kedaulatan itu terkait kewajiban untuk tidak menyalagunakan kedaulatan itu sendiri, karena kalau suatu negara meyalahgunakan kedaulatannya itu dapat dimintai suatu pertanggung jawaban atas tindakkan dan kelalaiannya tersebut. Tetapi dalam konteks yang lebih nyata pertanggung jawaban itu muncul diakibatkan oleh pelanggaran atas hukum internasional, yaitu seperti negara itu dengan cara melanggar kedaulatan negara lain, menyerang negara lain, melukai/mencederai perwakilan diplomatik negara lain, bahkan memperlakukan warga negara asing dengan seenaknya saja. Oleh karena itu pertanggung jawaban itu muncul, tetapi pertanggung jawaban itu berbeda beda misal dari kerugian yang ditimbulkan atas pelanggaran itu sendiri. Dalam interaksi satu sama lain sangat besar kemungkinan negara membuat suatu kesalahan ataupun pelanggaran yang merugikan negara lain disinilah kemudian muncul pertanggung jawaban negara tersebut. Sebenarnya pertanggung jawaban itu dilatar belakangi suatu pemikiran bahwa, tidak ada negara satupun yang dapat menikmati hak-haknya tanpa adanya suatu penghormatan terhadap hak-hak negara lain. Dan setiap adanya suatu pelanggaran terhadap Negara-negara lain, Negara yang melakukan pelanggaran tersebut berhak untuk memperbaikinya dan mempertanggung jawabkannya.
      Dalam hukum internasional dikenal adanya dua macam aturan, primary rules dan secondary rules. Primary rules adalah seperangkat aturan yang mendifinisikan hak dan kewajiban negara yang tertuang dalam bentuk traktat, hukum kebiasaan atau instrumen lainnya. Sedangkan secondary rules adalah merupakan seperangkat aturan yang mendifinisikan bagaimana dan apa akibat hukum apabila primary rules itu dilanggar oleh suatu negara. Secondary rules inilah yang disebut hukum tanggung jawab negara.
      Sebuah sengketa mengenai persoalan-persoalan yang diakibatkan yang disebabkan oleh pelanggaran-pelanggaran terhadap kewajiban internasional yang terdapat dalam hukum kebiasaaan atau kewajiban dalam perjanjian internasional hal ini dapat berlangsung ditingkat nasional maupun internasional. Walaupun secara tradisional permintaan pertanggung jawaban hanya terjadi dalam hubungan antar negara, tapi pada saat ini terdapat tren yang baru yakni permintaan pertanggungjawab oleh individu kepada negara, misalnya dalam kaitannya dengan pelanggaran atas konvensi HAM Eropa.
      Dialam hukum internasional tidak ada perbedaan antara pertanggungjawaban perdata dan pidana sebagaimana yang biasa kita kenal dalam hukum nasional yang biasanya sering dipraktekkan. Tetapi pada suatu sisi pakar hukum internasional mengakui bahawa tanggungjawab negara merupakan suatu prinsif fundamental dalam hukum internasional, namun disisi lain mereka jugamengakui bahwa hukum tanggung jawab negara masih dalam taraf menemukan konsepnya dan masih dalam proses perkembangan. Pada umumnya pakar hukum internasional mengemukakan karakteristik dari timbulnya tanggung jawab negara seperti berikut ;
1.      Adanya suatu kewajiban hukum internasional yang berlaku antara dua negara tertantu;
2.      Adanya suatu perbuatan atau kelalaian yang melanggar kewajiban hukum internasional tersebut yang melahirkan tanggung jawab negara;
3.      Adanya kerusakkan atau kerugian sebagai akibat adanya tindakkan yang melanggar hukum atau kelalaian.

b.    Subjek pertanggung jawaban dalam hukum internasional
      Dalam kaitannya dengan hukum pertanggung jawaban, yang pasti menjadi subjek  paling utama adalah negara itu sendiri, hal ini tercerminkan dalam pasal mengenai tanggung jawab dalam hukum internasional oleh ILC, yang menyatakan :”setiap tindakkan negara yang salah secara internasional membebani kewajiban negara bersangkutan. Akan tetapi tidak dapat disangkal apabila saat ini telah terdapat terdapat subjek lain yang dapat dimintai pertanggung jawaban, subjek lain itu adalah individu. Puncak dari pertanggungjawaban internasional bagi individu terjadi ketika pembentukkan internasional pasca perang Dunia II. Sedangkan untuk pertanggungjawaban bagi kelompok dalam hukum internasional secara umum tidak dikenal. Dalam dua statuta Roma hanya dikenal pertanggung jawaban individu. Dean keamanan dalam penyebutan terhadap kelompok oposisi ataupun pemberontak tidak menunjukkan kalau kelompok itu memiliki personalitas dalam hukum internasional.
c.      Elemen-elemen tentang tanggung jawab negara menurut Draft ILC 2001
      Setiap tindakkan negara pasti menimbulkan pertanggungjawaban apa yang ditelah dilakukan. Apalagi tindakkan internasional yang salah atau internationally wrongful acts. Tindakkan berbuat atau tidak berbuat dari negara dapat merupakan internationally wrongful acts yang mengandung dua unsur yaitu ;
·         Dapat dilimpahkan kepada negara berdasarkan hukum internasional
·         Merupakan penggaran kewajiban terhadap hukum internasional (breach of an international obligation).
      Tindakkan negara yang merupakan internationally wrongful acts hanya diatur oleh hukum internasional dan tidak diatur oleh nasional. Maksudnya sekalipun hukum nasional menyatakan tindakkan itu sah bukan tetapi hukum internasional menyatakan sebaliknya yaitu tidak sah, maka yang akan berlaku yaitu apa yang ditetapkan dalam hukum internasional.
      Karakteristik yang esensial dari pertanggungjawaban internasional tergantung pada beberapa faktor. Faktor pertama terdapatnya eksistensi dan terdapatnya sebuah kewajiban internasional, kedua adalah telah terjadi sebuah tindakkan atau kelalaian yang menyebabkan terjadinya pelanggaran. Dan yang terakhir terdapatnya kerugian yang ditimbulkan oleh akibat tindakkan melawan hukum. Faktor-faktor tersebut telah diakui dalam sebuah kasus the spanish Zone of morocco. Adapun yang merupakan unsur-unsur tindakkan salah adalah adanya tindakkan atau pengabaian yang dapat dilimpahkan dan di di atribusikan kepada negara menurut hukum internasional. Undur ysng dapat dilimpahkan muncul karena praktek negara sebagai suatu entitas yang abstrak dan tidak dapat bertindak sendiri, harus melalui individu sebagai organ negara, perwakilan negara atau pejabat negara.
      Negara bertanggung jawab untuk memberikan full reparation terhadap kerugian (injury) yang ditimbulkan oleh internationally wrongful acts. Kerugian yang dimaksud meliputi meterial, immaterial yang disebabkan oleh the internationally wrongful acts negara tersebut. Yang berarti negara wajib memberikan ganti rugi akibat pelanggaran tersebut. Full refaration terhadap kerugian yang disebabkan oleh the internationally wrongful acts dapat dalam bentuk restitusi, kompensasi, penghukuman terhadap orang-orang yang seharusnya bertanggung jawab, permintaan maaf atau pemuasan atau kombinasi dari kesemuanya. Full reparation dapat juga berarti sebagai tindakkan atau proses menyediakan suatu remedy atau yang berarti remeday itu sendiri. Tetapi sesuatu kecenderungan untuk menggunakan refaration sebagai istilah umum untuk sebagai metode yang tersedia bagi suatu negara untuk membebaskan dirinya dari tanggung jawab internasional

d.    Bantuk-bentuk pertanggungjawaban negara dalam hukum internasional
      Adapun macam dan bentuk dari pertanggungjawaban dalam konteks hukum internasional, antara lain;
1.      Terhadap orang asing dan Property milik Asing
      Negara mempunyai hak dan kewajiban untuk memberikan perlindungan pada warga negara yang ada diluar negeri. Keberaan hak dan kewajiban ini dalam praktik sering menimbulkan konflik kepentingan antar negara. Di sisi lain negara dimana WNA berada ingin melaksanakan yuridiksi toritorialnya, melindungi kepentingan warga juga negaranya kemungkinan dirugikan oleh tindakan WNA yang berada dinegaranya, tanpa campur tanggan pihak asing mana pun.
      Dalam praktik, perlakuan buruk negara-negara terhadap WNA dapat menimbulkan tanggung jawab negara, perlakuan buruk yang dimaksud adalah sebagai berikut;
·         Pengingkaran keadilan
·         Pengambilalihan harta benda pihak asing secara tidak sah
·         Kegagalan untuk menghukum seseorang yang seharusnya bertanggung jawab terhadap serangan yang ditujukan kepada pihak asing;
·         Kerugian langsung yang disebabkan tindakkan organ negara.
Dan ada juga praktik permasalahan yang timbul oleh standar perlidungan hukum terhadap warga negara asing dan asli, yaitu ada yang bersifat standar minimum internasional dan berstandar nasional, biasanya pada negara maju ingin melindungi warga negaranya yang berada di suatu negara lain yaitu dengan perlindungan yang bertasndar minimum internasional, sedangkan seharusnya pelayanan perlindungan tersebut harus sama antara asing dan asli dari penduduk negara itu.
2.      Terhadap utang publik
      Menurut starke ada tiga teori yang menjelaskan bagaimana kreditur menghadapi debitur yang tidak memenuhi kewajibannya dalam membayar utang. Pertama diberikan oleh Lort Palmerston pada awal perkembangan internasional yang menyatakan bahwa, kegagalan negara membayar utang memberikan hak pada pihak kreditur untuk mengambil langka yang dirasakannya perlu untuk memaksa, namun seiring perkembangan hukum internasional dilrang untuk penggunaan kekerasan. Maka teori kedua dikemukakan masalah penyelesaian hutang dapat dilakukan melalui jalur hukum maupun diplomatik. Dan teori yang ketiga menyebutkan, tidak ada ketentuan dan metode khusus bagaimana suatu negara debitur membayar hutang-hutangnya.
3.      Terhadap aktivitas ruang angkasa
      Aktivitas ini dianggap sebagai aktivitas yang beresiko tunggi sehingga negara akan selalu dianggap bertanggung jawab secara absolut atau mutlak terhadap segala kerugian yang muncul akibat aktivitas tersebut.
e.      Cara pembebasan diri dari tuntutan pertanggung jawaban
      Beberapa alasan yang dapat digunakan untuk membela diri atau melepaskan diri dari tanggung jawab tuntutan pihak asing, antaranya ;
Ø  Penerapan sanksi dasar Hukum Internasional
      Meskipun melakukan kekerasan terhadap negara lain, namun negara dapat melepaskan diri dari tuntutan dan pertanggungjawaban itu dalam rangka sanksi atas pelanggaran hukum internasional yang dilakukan pihak asing. Di dalam piagam PBB bab VII merupakan dasar dimana dasar hukum yang kuat mengizinkan pengunaan kekerasan terhadap suatu negara untuk mengentikan pelanggaran hukum internasional yang dilakukan oleh negara itu.
Ø  Keadaan memaksa (force majeur)
                     Negara dapat juga mengunakan pengecualian dimana terdapat alasan akibat dari keadaan diluar kemampuan, tidak adanya unsur kesengajaan, negara tidak kuasa mencegah atau menghindarinya, atas tindakkan suatu negara itu ataupun individu subjek dari pertanggungjawaban. Sebagai contoh dapat dikemukakan misalnya negara A membuat kontrak dengan negara B untuk menyelesaikan proyek bangunan pada waktu tertentu sesuai kesepakatan bersama. Tetapi menjelang penyerahan proyek itu terjadi bencana alam yang dasyat, yang mengakibatkan rusaknya proyek tersebut. Disini negara A telah gagal dalam memenuhi janjinya menyerahkan proyek itu sesuai waktu yang telah disepakati. Namun berdasarkan doktrin force majeur negara A dibenarkan untuk meminta penanguhan penyerahan tanpa harus ada tuntutan pertanggungjawaban akibat keterlambatan itu.
Ø  State Necessity
      Merupakan alasan yang digunakan dalam hal negara tersebut menghadapi bahaya yang luar biasa bagi kepentingannya.tindakkan yang tergolongnecessity haruslah tidak menimbulkan bahaya bagi negara-negara lain yang berkepentinggan atas kewajiban yang dilanggar. Dengan demikian berarti disini terdapat unsur kesenggajaan dan dampak kerugian sudah bisa diprediksi terlebih dahulu, tetapi negara pelaku memang tidak mempunyai pilihan lain.
Ø  Exhaustion of Local Remedies
      Hukum kebiasaan internasional menetapkan bahwa sebelum diajukannya klaim atau tuntutan ke pengadilan internasional, langka-langka penyelesaian sengketa yang disediakan negara yang dituntut haruslah ditempuh lebih dahulu. Hal ini bertujuan untuk memberi kesempatan pada negara tergugat memperbaiki kesalahannya menurut sistem hukum nasionalnya lebih dahulu dan untuk memperbaiki tuntutan-tuntutan internasional. Seperti contoh pada kasus the Ambatielos Arbitration, yaitu antara yunani dengan inggris, bahwa pengadilan menolak permohonan persiapan penyelesaian sengketa yang timbul dari suatu kontrak yang ditanda tanggani oleh Ambatielos karena langka-langka penyelesaian yang tersedia menurut hukum inggris tidak digunakan sepenuhnya, yaitu ketika inggris tidak memanggil saksi-saksi utama sewaktu sengketa tersebut diadili didepan pengadilan inggris dan inggris sendiri tidak menempuh upaya hukum ke tingkat Mahkamah Agung setelah keputusan tingkat banding dikeluarkan.
      Ketentuan local remidies ini tidak berlaku ketika suatu negara telah bersalah malakukan pelanggaran langsung hukum internasional yang menyebabkan kerugian terhadap negara lainnya. Misalnya penyeranggan langsung yang dilakukan suatu negara terhadap diplomat-diplomat asing yang ada di nagarnya.







BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
      Jadi dengan semakin berkembang dan berevolusinya hukum internasional yang terus mengikuti perkembangan zaman yang ada ini. Banyak dari pelanggaran yang dilakukan oleh negara-negara sebagai subjek utama hukum internasional yang diselesaikan melalui tata cara dan prosedur yang ada didalam hukum internasional, terutama pada pembahasan makalah ini yaitu pertanggung jawaban negara dalam konteks hukum internasional, yaitu secara hak penuh dan mutlak suatu negara yang melakukan suatu tindakkan melawan hukum dengan cara melanggar hak-hak negara lain yang diakibatkan oleh tindakkan suatu negara.
      Maka secara lahir dan batin negara itu harus mempertanggungkan semua tindakkannya tersebut, apakah tindakkan itu akan menimbulnya suatu sanksi atau hanya berupa ganti rugi negara terhadap neagra yang terlanggar haknya itu atau bahkan tidak sama sekali dijatuhi sanksi apapun karena negara yang melakukan pelanggaran itu terhindar dari pertanggung jawaban yang dilakukan dengan ketentuan dan aturan yang sudah diatur didalam hukum internasional.

No comments: