Kalangan orang tua seringkali
merasa prihatin terhadap
fenomena bahasa gaul, mereka
menganggap jaman sekarang
semakin anak bergaul , efek
buruknya anak berpotensi lebih
menyerap kata kata yang tidak
pantas dan sopan.
Dari sekian banyaknya kosakata
bahasa gaul sejak awalnya dulu,
sejalan dengan perubahan jaman
dan generasi, bahasa gaulpun
juga ikut mengalami perubahan
sesuai dengan selera generasinya
Berikut ini beberapa istilah gaul
anak remaja sekarang di akhir
dekade 1990- an dan di awal abad
21 ini lain lagi gaya bahasa gaul
nya seperti antara lain :
Jayus
Ucapan ini sangat populer , dan
diartikan sebagai suatu usaha
untuk melucu tetapi dianggap
tidak lucu, sering juga disebut
“garink “. Menurut sumber dari
dunia maya, kosakata “jayus ” ini
asal mulanya dari sekelompok
remaja SMU yang bergaul di
sekitaran Kemang. Konon ada
seseorang bernama Herman
Setiabudhi, dia dipanggil teman-
temannya Jayus karena bapaknya
bernama Jayus Kelana, seorang
pelukis di kawasan Blok M . Si
Herman alias Jayus ini kalau
melawak tidak pernah lucu .
Teman- temannya sering
mengomentari tiap lawakan yang
tidak lucu dengan celetukan
Jayus (nama Bapaknya ) . Ucapan
inilah yang kemudian diikuti
teman- teman setongkrongannya
di Kemang, dan tempat -tempat
nongkrong anak remaja gaul.
Jaim
Konon ucapan Jaim ini di
populerkan oleh seorang bapak
yang menasehati anak
perempuannya jika bergaul
dengan teman laki - lagi jangan
mengumbar kata maupun tingkah
laku alias harus bisa “Jaim ” .
Sang anak bertanya apa itu
Jaim, dan dijawab Jaim alias
jaga Image . Sang anakpun
meniru dan mempopulerkan kata
jaim itu disekolahnya.
Cupu
Sebutan ini lazim ditujukan
untuk seseorang yang
berpenampilan kuno , jadul
(jaman dulu). Dengan kata lain
dianggap tidak mencerminkan
kekinian, misalnya berkacamata
tebal dan modelnya tidak trendy,
kutu buku ( terlalu rajin
belajar) , kurang bergaul di
kalangan anak muda. Cupu sendiri
merupakan kependekan dari
kalimat “culun punya”. Culun
dapat berarti “ lugu- lugu bego ”,
punya dapat berarti “ benar-
benar”, jika digabung menjadi :
benar-benar lugu/bego .
Ajija & gretoong
Di kalangan kaum banci ,
kosakata pergaulan semakin
berkembang. Simak saja
percakapan para banci sebagai
berikut :
Tince : ………. “ eeii Joice …
eijke khan nggak bisa dance
….ajarin eijke yaa … !!”
Joice : …….. “ Aach… cape dee ,
minta ajarin Susie ajija , dia
okee boo … gretoong koq ….!!
”
Ajija merupakan pemelesetan
dari kata “saja ” yang
disederhanakan menjadi “aja ”
kemudian menjadi “ ajija ”.
Sedangkan Gretong merupakan
pemelesetan dari kata “gratis “.
Beberapa kata tersebut diatas
hanya sebagian contoh kecil saja
dari banyaknya istilah dan
kosakata gaul. Jika ditelusuri
lebih jauh istilah dan kosakata
tersebut berkembang di kalangan
muda usia dan kalangan khusus
seperti waria, dan bahkan para
penganut aliran sejenis yang
digunakan untuk percakapan
sehari- hari dan bercampur
dengan penggunaan bahasa
indonesia yang umum digunakan.
Berikut beberapa contoh lain :
Garink : tidak lucu
japak : jablay pakuan …
pasutri : pasukan suami takut istri
cimut : ciuman maut
kemek : makan
hasem : pingin ngerokok
skull : sekolah
kull : kuliah
ngondoy : urun
Meneketehe : Mana Aku tau
Kemsi : Kemek siang (makan siang )
Parno : Paranoid
Sherina : Serius na
Marsyanda : Masa oloh serius na
Tp : tebar pesona
Gaptek : gagap teknologi
Neting : Negatif Thinking
Doror : Double eror
Tajir : Orkay ( orang kaya)
jadul : jaman dulu
Ciamik : bagus
Cingcay lah : lumayan lah
Jarpul : jarang pulang
SMP : sehabis makan pulang
Capcus : cabut (pulang /pergi )
Macacci : masa sih
Makaci : terimakasih
Menyimak muasal bahasa gaul,
ada sebuah penafsiran bahwa
dalam dunia muda usia berlaku
simbol-simbol yang “simple ”,
mudah diucapkan, akrab
ditelinga, dan spontan. Jika ada
sebuah kata yang dianggap baru
dan tepat untuk menggambarkan
suatu keadaan maka dengan
cepat akan segera diadopsi. Bisa
jadi ucapan -ucapan tersebut
berawal dari ” celetukan’ spontan
saja, namun karena dianggap
memenuhi unsur- unsur tersebut
diatas, maka segera akan
menjadi populer . Bisa juga
berasal dari singkatan dari
beberapa kata.
Biasanya bahasa gaul akan
mengalami masa “ pasang -surut ” ,
tiap generasi memiliki selera dan
dinamikanya sendiri , tidak perlu
dipersoalkan secara serius
sebagai sebuah ancaman
rusaknya tatanan bahasa ,
karena hanya bersifat
sementara, datang dan pergi dan
selalu akan begitu.
No comments:
Post a Comment